Posted by : Unknown Sabtu, 09 Mei 2015

Image result for Kartu Kredit

Sejarah Kartu Kredit
Bentuk transaksi yang tertua adalah bentuk tukar-menukar atau kita sebut dengan istilah barter. Transaksi barter ini sudah ada sejak dahulu, karena transaksi inilah yang paling mudah lakukan tanpa perlu suatu alat bayar apapun. Kemudian ketika manusia mengenal alat bayar dalam bentuk uang, maka mulailah berkembang transaksi jual beli.
Akan tetapi, ternyata uang sebagai alat bayarpun tidak cukup aman bagi pemegangnya. Hal ini dikarenakan karena dianggap tidak praktis dan sering terjadi perampokan atau kehilangan tanpa tersedia upaya pengamanan yang signifikan. Maka kemudian berkembanglah bentuk-bentuk alat bayar lain. Misalnya penggunaan cek, tetapi bentuk alat bayar cek tersebut juga ternyata tidak cukupaman dan nyaman bagi pemegang maupun penerimanya.
Oleh karena itu, kemudian berkembanglah alat bayar lain yang berbentuk kartu plastik, yang secara populer disebut kartu kredit. Walaupun eksistensi kartu kredit tidak dimaksudkan untuk menghapus secara total system pembayaran menggunakan uang cash ataupun cek, tetapi terutama untuk kegiatan pembayaran yang day to day dengan jumlah pembayaran tingkat menengah, maka keberadaan kartu kredit sesungguhnya dapat menggeser peranan uang cash maupun cek.
Untuk pembayaran tingkat menengah, memang penggunaan kartu kredit masih belum populer. Karena itu, untuk transaksi kecil, orang cenderung menggunakan uang cash sementara untuk transaksi yang besar, pilihannya jatuh pada alat bayar cek ataupun surat-surat berharga lainnya.
 Di USA, kartu kredit pertama kali digunakan pada tahun 1920-an, yang diberikan olehdepartemen-departemen store besar kepada pelanggannya. Tujuannya, untuk mengidentifikasi pelanggannya yang ingin berbelanja tetapi dengan pembayaran bulanan. Karena itu, kartu kredit ini berbentuk kartu pembayaran lunas (charger card), yang dibayar bulanan setelah ditagih, dan tanpa kewajiban membayar bunga . jadi para pihaknya hanya 2 pihak saja, yaitu pihak pertama toko sebagai penerbit, sedangkan pihak kedua adalah pelanggan sebagai pemegang kartu kredit.
Kemudian, pada awal tahun 1950-an, Diner’s Club mulai memperkenalkan kartu kredit kepada 3 pihak yang mempunyai hubungan hukum segitiga antara penerbit, pemegang kartu kredit dan penjual barang/jasa, yang dibeli dengan memakai kartu tersebut.
Setelah Dinner’s Club lembaga lain yang menerbitkan kartu kredit adalah American Express company pada tahun 1958 dan Hilton credit Corporation pada tahun 1959.
Selanjutnya, diakhir tahun 1950-an, Bank of America menjadi pionir dengan memperkenalkan kartu kredit “antarbank”, yang kemudian berkembang menjadi kartu kredit yang sekarang kita kenal dengan nama“VISA”.
Demikian juga yang dilakukan oleh Chase Manhattan Bank. Pada tahun 1951, The First National Bank Long Island telah juga mengeluarkan kartu kreditnya demikian juga Barclays Bank diInggris telah memperkenalkan kartu kredit tahun 1966. Dalam hal kartu kredit seperti VISA tersebut misalnya, bukan hanya dipergunakan oleh satu bank saja, tetapi dipergunakan secara keroyokan oleh beberapa bank dengan system Franchise.
Saat ini kartu kredit diterbitkan oleh beberapa jaringan internasional yaitu VISA, Master Card, Dinners Club International dan American Express. Untuk jaringannya sendiri saat ini yang paling luas adalah VISA, terbukti dengan dipercaya untuk menjadi sponsor Olimpiade Beijing 2008.

Di Indonesia, yang berhak menerbitkan kartu kredit adalah lembaga keuangan resmi seperti Bank dan Lembaga Keuangan lain bukan bank. Masing-masing penerbit memiliki kelebihan dan kerkurangannya masing-masing. Untuk jenisnya sendiri adalah :
1.      Platinum (Limit paling tinggi sampai dengan tidak terbatas)
2.      Gold (Limit menengah sampai dengan tinggi)
3.      Silver (Limit rendah sampai dengan menengah)
4.      Khusus seperti Golf Card, Manchaster United Card, dll.

2.2 Pengertian Kartu Kredit


Dalam Expert Dictionary didefinisikan ”Kartu kredit adalah kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya untuk memungkinkan pembawanya membeli barang-barang yang dibutuhkannya secara hutang.
Kartu Kredit atau istilah dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan Credit Card (CC), pada dasarnya bisa disimpulkan atau dipandang sebagai dua hal, yaitu sebagai alat pembayaran dan sebagai fasilitas utang. Jadi sebenarnya kartu kredit itu adalah alat pembayaran sebagai pengganti uang cash. Adalah hal yang salah salah jika seseorang menggunakan kartu kredit sebagai simbol gengsi, bukan berdasarkan dari fungsi dan manfaatnya.
Sistem kartu kredit adalah suatu jenis penyelesaian transaksi ritel (retail) dan sistem kredit, yang namanya berasal dari kartu plastik yang diterbitkan kepada pengguna sistem tersebut. Sebuah kartu kredit berbeda dengan kartu debit di mana penerbit kartu kredit meminjamkan konsumen uang dan bukan mengambil uang dari rekening. Kebanyakan kartu kredit memiliki bentuk dan ukuran yang sama, seperti yang dispesifikasikan oleh standar ISO 7810 ( Sumber : id.wikipedia.org).

Di dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit terdapat beberapa pihak yang terlibat, adapun pihak-pihak tersebut adalah :
1.      Pihak Penerbit (Issuer) adalah bank atau lembaga keuangan lain selain bank yang membuat rekening dan mengeluarkan kartu pembayaran bagi card holder. Pihak penerbit menjamin pembayaran untuk transaksi yang terotorisasi menggunakan kartu pembayaran yang dikeluarkannya, sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan oleh pemegang merek kartu dan pemerintah setempat.
1). Hak penerbit
  • Memperoleh iuran tahunan.
  • Memperoleh pembayaran transaksi yang telah dilakukan pemegang kartu kredit termasuk bunga keterlambatan.
  • Membatalkan atau memperpanjang keanggotaan pemegang kartu kredit.
  • Menarik kembali kartu kredit yang ada pada pemegang kartu kredit.
  • Mencantumkan nomor kartu kredit yang telah dibatalkan oleh penerbit atau atas permintaan pemegang kartu kredit ke dalam daftar hitam.
  • Menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit bila :
a. Pemegang kartu kredit belum memenuhi kewajibannya kepada penerbit.
b. Transaksi tersebut diragukan oleh penerbit.
2).  Kewajiban Penerbit
  • Membayar segala transaksi pemegang kartu kredit yang telah disetujui oleh penerbit kepada pedagang melalui pengelola.
  • Memberikan pelayanan dan informasi kepada pemegang kartu kredit.
  • Menyampaikan tagihan bulanan kepada pemegang kartu kredit.

2.      Pihak Pengelola (Acquirer) adalah bank atau lembaga keuangan selain bank yang melakukan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat berupa:
a.       Financial acquirer, yaitu acquirer yang melakukan pembayaran terlebih dahulu atas transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit.
b.      Technical acquirer, yaitu acquirer yang menyediakan saran yang diperlukan dalam pemrosesan alat pembayaran dengan menggunakan kartu.
1). Hak Pengelola
  • Menerima discount rate.
  • Menerima atau menunda pembayaran atas transaksi yang diragukan walaupun sudah mendapat otorisasi;
  • Memutuskan perjanjian kerja sama secara sepihak dengan memberitahukan secara tertulis.
2). Kewajiban Pengelola
  • Memberikan daftar hitam secara berkala kepada merchant yang berisi nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi;
  • Melakukan pembayaran atas transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit;
  • Meminjamkan peralatan pendukung untuk melakukan transaksi.

3.      Pihak Pemegang Kartu Kredit (Cardholder)
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menjadi pemegang kartu kredit, yaitu :
a.       Penghasilan yang jumlahnya cukup dan disesuaikan dengan fasilitas melalui kartu kredit yang diberikan. Pemenuhan syarat ini dapat dilihat melalui slip gaji, laporan keuangan usaha, mutasi rekening bank, dan lain-lain. 
b.      Kontinuitas penghasilan yang tinggi tidak menjamin keberlanjutan dari pemenuhan kewajiban pemegang kartu kredit untuk memenuhi kewajibannya kepada perusahaan kartu kredit. Kontinuitas dari penghasilan yang cukup lebih dapat memberikan keyakinan atas kemampuan calon pemegang kartu kredit untuk melunasi kewajibannya.
c.       Niat baik dari calon pemegang kartu kredit untuk selalu memenuhi kewajibannya. Salah satu cara untuk melihat niat baik dari calon pemegang kartu kredit adalah dengan melihat apakah calon pemegang kartu kredit yang bersangkutan termasuk ke dalam daftar hitam milik bank, bank sentral, atau lembaga keuangan lain. Seseorang yang namanya tercantum di dalam daftar hitam biasanya dianggap kurang dapat dipercaya dalam memenuhi kewajiban keuangannya.
d.      Pihak Pemegang barang dan/atau jasa (merchant) adalah pedagang barang dan/atau jasa yang telah bekerja sama dengan issuer dan acquirer untuk menerima alat. Pembayaran dengan menggunakan kartu kredit.

. 1). Hak Pemegang Kartu Kredit
  • Berbelanja di pedagang yang telah ditunjuk oleh penerbit dengan menggunakan kartu kredit.
  • Mengambil uang tunai di bank dengan batasan jumlah tertentu.
  • Memperoleh kartu pengganti baik atas kartu yang telah hilang maupun kadaluarsa.
  • Menolak memperpanjang keanggotaan dengan memberitahukan secara tertulis kepada bank.
2). Kewajiban Pemegang Kartu Kredit
  • Melaporkan kepada penerbit pada kesempatan pertama apabila kartu kredit pemegang hilang atau dicuri disertai dengan laporan polisi.
  • Membayar dan melunasi segala kewajiban kepada penerbit yang terdiri dari iuran tahunan dan segala bunga dan biaya keterlambatan.
  • Melaporkan setiap perubahan data pribadi pemegang kartu kredit.

4.      Pedagang  
1). Hak Pedagang
  • Menerima pembayaran atas transaksi yang telah dilakukan oleh pemegang kartu kredit yang telah memperoleh otorisasi;
  • Menerima daftar hitam secara berkala yang berisi atau memuat nomor-nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi;
  • Memutuskan perjanjian kerja sama dengan pemeritahuan secara tertulis.
2). Kewajiban Pedagang
  • Mengambil dan menyerahkan kartu kredit yang digunakan untuk melakukan transaksi di tokonya apabila kartu kredit tersebut :
a. Tercantum dalam daftar hitam.
b. Diminta oleh pengelola.
  • Meneliti keabsahan kartu kredit yang terdiri dari :
a. Masa berlaku.
b. Tanda tangan.
c. Keutuhan kartu kredit.
d. Keaslian kartu kredit.
  • Meminta otorisasi kepada penerbit melalui pengelola bila transaksi melebihi batas kewenangan transaksi.
  • Memberikan discount rate kepada pengelola sesuai dengan yang telah ditetapkan.
  • Tidak meminjamkan dan memindahtangankan kepada pedagang lain semua peralatan yang dipinjamkan pengelola kepada pedagang.
  • Menjaga kerahasiaan data pemegang kartu kredit bila pernah berbelanja di tempat pedagang untuk tidak diberikan kepada pihak yang tidak berkepentingan.






2.3 Dasar Hukum Penggunaan Kartu Kredit
Hukum Kartu Kredit :
1.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK Lembaga Pembiayaan) mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 1988. KMK Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga Pembiayaan ini dinyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga Pembiayaan.
  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Nasional. Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu kreditdidasarkan pada ketentuan Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa usahakartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank. Dengan demikian, Undnag-Undang Perbankan dapat dijadikan dasar penyelenggaraan usaha kartu kredit sebagai alat pembayaran oleh bank. Namun, Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan dan penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran.
  2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 yang diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008.12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 (PBI APMK) merupakan peraturan dari Bank Indonesia yang mengatur secara khusus mengenai penyelenggaraan kegiatan pembayaran dengan menggunakan kartu kredit. Di dalam PBI APMK ini diatur mengenai proses pengajuan ijin oleh Bank dan Lembaga selain bank untuk menjadi prinsipal, penerbit, maupun sebagai acquirer. Selain itu PBI APMK ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan dan penghentian kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut.

Ketentuan dalam KUHP sebagai dasar penerapan kejahatan kartu kredit.
Pengaturan sanksi atas kejahatan kartu kredit terdapat dalam KUHP, pada pasal-pasal yang dikenakan pada pelaku kejahatan kartu kredit tersebut antara lain adalah pasal 263 KUHP tentang pemalsuan, pasal 322 KUHP tentang pembocoran rahasia, pasal 362 KUHP tentang pencurian, pasal 372 tentang penggelapan, pasal 378 KUHP, tentang penipuan dan pasal 480 KUHP tentang penadahan.
Indonesia termasuk Negara yang tertinggal dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dala merumuskan suatu perundang-undangan yang mengatur aktivitas dicyberspace. Disaat kesulitan dalam menyusun perundang-undangan ini, penggunaan dan pemanfaatan dunia maya beserta pola kejahatan yang marak dilakukan, memunculkan pemikiran menggunakan hukum positif yang ada.
Penggunaan hukum positif yang ada untuk kejahatan atau perbuatan yang secara pragmatis memiliki perbedaan tentunya tidak membuat keberuntungan bagi berbagai pihak. Hukum positif yang ada memiliki paradigma sendiri yang melandasi pembuatan perundang-undangan sesuai dengan kondisi zamannya. Konsep ruang dan waktu yang melandasi hokum positif telah didobrak dengan perkembangan internet. Pendobrakan terhadap konsep ruang dan waktu ini seharusnya diikuti dengan pendobrakan terhadap sisitem hukum yang mendasari pada konsep itu. Meskipun demikian, membuat perundang-undangan (apalagi mengubah paradigma pemikiran dari pembuatnya) tidaklah semudah membalik telapak tangan. Untuk hal itu membutuhkan proses namun proses itu tidak dapat dipastikan kapan berakhirnya, sehingga harapan untuk memiliki perundang-undangan yang mengatur kegiatan cyberspace masih membutuhkan waktu.
Memberikan perlindungan kepada warga negara dengan harta bendanya merupakan kewajiban pemerintah. Meskipun undang-undang yang mengatur kegiatan cyberspace belum ada, sedangkan kegiatan warga negara yang telah menggunakan internet untuk berbagai keperluan, maka secara moril pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi warga negaranya tersebut. Perlindungan ini tentunya diberikan dengan memanfaatkan atau memberlakukan perundang-undangan yang ada dengan berbagai cara seperti penafsiran maupun analogi.
Badan pembinaan hukum nasional mencoba mengidentifikasikan bentuk-bentuk kejahatan yang berkaitan dengan aktifitas di cybrspace termasuk didalamnya kejahatan kartu kredit dengan perundang-undangan pidana yang ada. Hasil identifikasi itu antara lain berupa pengkategorian perbuatan kejahatan kartu kredit kedalam detik-detik Kitab Undang-undang Hukum Pidana(KUHP) sebagai berikut:
a. carder, diartikan sebagai pengguna kartu kredit tanpa hak. Untuk menjerat carder digunakan ketentuan pasal 378 dan pasal 379a KUHP.

Pasal 378 KUHP berbunyi :
Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal atau tipu muslihat, maupuan dengan karangan perkataan-perkataan bohong, mmbujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun (K.U.H.P.35.43.379 s, 486).”

Pasal 378a KUHP berbunyi :
Barang siapa membuat pencaharian atau kebiasannya membeli barang-barang dengan maksud supaya ia sendiri atau orang lain mendapatkan barang-barang itu dengan tidak melunaskan sama sekali pembayarannya, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun (K.U.H.P. 394 s).”

Pengaturan Kejahatan Kartu kredit diluar KUHP
Selain dalam KUHP, juga perlu diperhatikan rumusan-rumusan pasal-pasal yang mengatur kejahatan kartu kredit yang diluar KUHP, seperti dalam UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan dan UU Nomor 25 tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang.
a. Dalam UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1998, yaitu apabila pelaku kejahatan adalah pegawai bank.”
Pasal 49 ayat(1) UU No.10 tahun 1998:
(1) Anggota Dewan Komisiaris, Direksi, atau pegawai bank dengan sengaja:
a). membuat atau menyebabkan adanyan pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
b). Mengilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c. Mengubah , mengaburkan menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak pencatatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar) dan paling banyak Rp 200.000.000.000 (dua ratus milyar rupiah).

Pengaturan Kejahatan Kartu Kredit dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Informasi dan Transaksi Elektronik.
Cakupan kejahatan dalam kategori kartu kredit relatif luas baik kejahatan konvensional yang menggunakan media komputer atau internet atau kejahatan-kejahatan baru yang menggunakan internet. Kejahatan kartu kredit bila dibandingkan dengan kejahatan konvensional memiliki beberapa keistimewaan dengan berbagai sifat-sifat khususnya, diantaranya penggunaan media digital seperti computer yang terhubung keseluruh penjuru dunia melalui suatu jaringan global disebut internet. Menurut Ahmad Ramli, sebagai ketua Tim penyusun Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dari Universitas Padjajaran(Unpad), dibutuhkan suatu aturan dengan konsepumbrella provision yang merangkum banyak hal untuk memudahkan pihak kepolisian dalam mengungkap kejahatan kartu kredit. Dalam RUU Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat lima pasal yang mengatur tentang kejahatan kartu kredit, yaitu pasal 47 sampai dengan 51.

Pasal 47:
Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp. 1000.000.000,-(satu milyar rupiah).”

Pasal 30 ayat(1) : Mengatur mengenai larangan untuk dengan sengaja dan melawan hukum menggunkan dan atau mengakses komputer dan atau system elektronik dengan maksud untuk memperoleh atau mengubah informasi.
Dari ketentuan pasal diatas dapat disimpulkan : bahwa setiap orang yang menyalahgunakan akses komputer dengan maksud untuk memperoleh data dan mengubah data kartu kredit orang lain untuk kepentingan pribadi dengan melawan hukum pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.1000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Pasal 48 :
Setiap orang dengan sengaja dan melawan hokum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24, pasal 29 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,-(sratus juta rupiah).”
Pasal 24 mengatur mengenai kewajiban agen elektronik untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang menggunakan bila bermaksud akan menggunakan perubahan terhadap informasi yang disampaikan melalui gen elektronik yang masih dala proses transaksi.

Pasal 29 ayat (1) mengatur mengenai kewajiban adanya persetujuan dari pemilik data dalam penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut hak pribadi seseorang.

Pasal 49:
Ayat(1) :
Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah).”
Ayat (2):
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan diri dari orang yang terkena tindak pidana.”
Pasal 27 ayat(2) mengatur mengenai kewajiban pemilikan dan penggunaan nama domain didasarkan pada itikad baik.

Pasal 50:
Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (2), pasal 30 ayat (3), pasal 31, pasal 32, pasal 33 ayat (1), pasal 33 ayat (2), pasal 33 ayat (3), pasal 33 ayat (4), pasal 36 ayat (2), atau pasal 37, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau denda paling banyak Rp. 2000.000.000,- (dua milyar rupiah).”
Pasal 30 ayat (2) mengatur mengenai larangan untuk dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan atau dan atau mengakses komputer dan atau system elektronik dengan maksud untuk meperoleh informasi milik pemerintah yang dirahasiakan atau dilindungi.

Pasal 30 ayat (3) mengatur mengenai larangan untuk dengan sengaja dan melawan hukum dengan dan atau mengakses komputer dan atau system elektronik dengan maksud untuk memeperoleh informasi pertahanan nasional atau hubungan internasional yang dapat menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap negara.

Pasal 31 mengatur mengenai larangan melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan transmisi dari program, informasi, kode atau perintah, komputer dan atau system elektronik yang dilindungi Negara menjadi rusak.
Pasal 32 dan pasal 33 mengatur mengenai larangan menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau system elektronik milik pemerintah atau dilindungi negara atau dilindungi masyarakat.

Pasal 36 ayat (2) mengatur mengenai larangan menyebarluaskan, memperdagangkan, dan atau memanfaatkan kode akses (password) atau informasi yang dapat digunakan untuk menerobos dan atau system elektronik yang digunakan arau dilindungi pemerintah.

Pasal 37 mengatur mengenai larangan untuk merusak komputer atau system elektronik yang dilindungi negara.

Pasal 51 :
Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1), pasal 34 ayat (2), pasal 35, atau pasal 36 ayat (1), dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.2000.000.000,- (dua milyar rupiah).”

Pasal 34 ayat (1) mengatur mengenai larangan untuk menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau system elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya dengan maksud memperoleh keuntungan atau informasi keuangan dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit atau kartu pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabah.
Pasal 34 ayat (2) mengatur mengenai larangan menggunakan data atau mengakses kartu kredit atau kartu pembayaran milik orang lain secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan.

Pasal 35 mengatur mengenai larangan menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau system elektronik lembaga keuangan dan atau perbankan yang dilindungi.

Pasal 36 ayat (1) mengatur mengenai larangan menyebarluaskan, memperdagangkan dan atau memanfaatkan kode akses (password) atau informasi yang dapat digunakan menerobos komputer dan atau system elektronik dengan tujuan menyalahgunakan yang dapat mepengaruhi system elektronik keuangan dan atau perbankan.


2.4 Contoh Kasus Kejahatan Kartu Kredit
Dalam usaha kartu kredit terdapat berbagai masalah yang dapat merugikan usaha kartu kredit, yang pada akhirnya kerugian harus ditanggung oleh bank atau nasabah pemegang kartu kredit (card holder). Kerugian ini disebabkan adanya kejahatan kartu kredit yang semakin modern dan mempunyai jaringan luas, jaringan ini telah sampai kluar negri baik dari segi teknik maupun peralatan dan bahan baku pembuatan kartu kredit palsu, jaringan ini telah saling menginformasikan dan saling jual-beli bahan-bahan baku untuk pemalsuan.
Modus kejahatan kartu kredit ini umunya terdapat beberapa modus, yaitu modus IDT, modus ATO dan modus carding.
1.      Kejahatan Modus IDT (Identity Theft)
Modus IDT (identity Theft) atau pencurian identitas, diartikan sebagai penyalahgunaan elemen informasi pribadi milik rang lain untuk tujuan bahwa identitas tersebut dipakai dengan niat melakukan penipuan dan pemalsuan.
Contoh kasus tahun 2005 modus IDT:
a. Amrozi mempunyai jaringan modus IDT (identity Theft) dengan pihak luar negri, yaitu Amrozi telah berkali-kali menggunakan kartu kreditnya yang memakai identitas orang lain. Amrozi mempunyai kartu kredit, yaitu 11 sampai 15 buah kartu kredit yang dimiliki Amrozi saja, dan Amrozi mempunyai anak buah sampai 10 orang yang diberiya kartu kredit. Untuk digunakan dalam oprasinya. Amrozi membeli bahan baku kartu kredit dari Malaysia Rp.20 juta dan membeli PIN atau password sebesar Rp.1 juta untuk satu PIN, kemudian bahan baku kartu kredit dan PIN diserahkan kepada Imam Samudra dan biaya sampai menjadi sebuah kartu kredit adalah 40% dari yang diambil oleh Amrozi diserahkan kepada Imam Samudra tetapi Amrozi terkadang membayar biaya pembuatan kartu kredit didepan dan akan memperhitungkan kemudian. Pada keadaan sebenarnya kartu kredit yang digunakan oleh Amrozi adalah milik orang lain yang biasanya berdomisili di Eropa dan Jepang, sehingga bank akan menagih pembayaran kartu kredit kepada pemiliknya yang berada di Eropa atau Jepang. Identitas dan pemiilik asli digunakan oleh Amrozi karena telah dicuri oleh jaringan kartu kredit yang berada diluar atau dalam negri



2.      Kejahatan Modus ATO (Account Take Over)
Kejahatan modus ATO (Account Take Over) atau modus penggunaan rekening, diartikan sebagai tindakan mengubah relasi suatu rekening aktif. Seorang pengguna tidak sah telibat dalam rekening tersebut atau pengguna tidak sah mengendalikan rekening tersebut. Modus ATO (account Take Over) ini dapat menggunakan dan mengendalikan seseorang secara sah, ataupun dapat juga mengendalikan rekening seorang nasabah, tetapi take over (mengambil-alih) dari rekening bank, jadi yang diambil adalah dana yang ada dibank, tetapi menggunakan nama nasabah sehingga pada prakteknya dana bank yang terambil dan dirugikan, dan bank akan menuduh bahwa nasabah telah melaksanakan transaksi kredit, tetapi kenyataannya bukan nasabah, sehingga pada satu kasus dikota Jakarta seorang nasabah telah dibawa ke Polisi oleh bank dengan tuduhan Acoount Take Over, tetapi pada kenyataannya bukan nasabah yang melakukan pengambilan dana pada rekening bank tetapi orang lain, sehingga nasabah yang mempunyai deposito Rp 10 milyar itu, keluar sebagai nasabah bank tersebut.
Contoh fakta tahun 2005 ATO:
Amrozi bekerja pada bagian Call centre Bank X khusus untuk kartu kredit atau credit card.Jabatannya pada saat itu adalah Amrozi sebagai seorang supervisiorSebagai seorang supervisor Amrozi membawahi 10 orang team leader dan 150 orang agentTugas Mr.A adalah melakukan penilain criteria team leader, appraisal, dan lain-lain. Arozi mengerjakan preemboss dengan memberikan kartu cuma-cuma atau gratis kepada nasabah yang mempunyai deposit Rp 500 juta keatas tanpa membuat aplikasi. Kartu kredit yang diberikan secara gratis itu mempunyai limit (batas) maksimum 25 juta bagi pemilik deposito Rp 500 juta, limit maksimum 50 juta bagi pemilik deposito Rp 1 milyar, dan limit 75 juta bagi pemilik deposito di atas 1 milyar. Setelah kartu kredit jadi, kemudian dikirimkan ke alamat pemilik deposito dan dapat dilihat pada system komputer apakah berhasil atau tidak sampai ketangan pemilik deposito tersebut. System pengirimannya melalui kurir. Apabila berhasil sampai ketangan pemilik. Bukan masalah. Masalah akan timbul apabila kurir tidak dapat menemui deposan karena sedang tidak berada ditempat. Selanjutnya kartu kredit akan dikembalikan lagi. Kemudian Amrozi akan meneliti nama pemegang kartu kredit yang kartunya kembali. Lalu Amrozi dapat mengubah alamat, tanggal lahir, nama ibu kandung, atau nomor telepon deposan tersebut pada system yang ditelitinya. Tetapi nama nasabah tidak berubah. Catatan yang baru akan dibuat system. Kartu kredit tersebut dinyatakan hilang dan Amrozi langsung menelpon ke bagian percetakan kartu kredit atau embossing untuk dibuatkan kartu yang baru dengan nama nasabah tetap, tetapi alamat, tanggal lahir, nama orang tua telah diubah. Setelah kartu baru jadi, Amrozi meminta agar kartu tersebut diserahkan kepadanya karena nasabah atau deposan ingin segera mengambil kartu tersebut. Padahal sebenarnya kartu tidak diambil oleh deposan atau nasabah tetapi diambil oleh Amrozi kegiatan Arozi ini telah terlaksana selama 2 tahun dan Amrozi mempunyai 18 buah kartu kredit yang semuanya mempunyai limit 75 juta. Penarikan tunai biasanya dilakukan di Mall A daerah kuningan, Mall S diplaza senayan, juga Mall M dijalan Gatot Subroto. Penarikan tunai maksimum 60 % perhari dari nilai limit yang ada. Ternyata para nasabah atau deposan yang namanya dipakai untuk kegiatan Amrozi tidak ada yang dirugikan, karena dana yang diterik oleh Amrozi melalui kartu kredit bukan diambil dari dana nasabah atau deposan tetapi dari dana Bank X. dalam hal ini Bank X tidak dapat melakukan penagihan nasabah atau deposan yang namanya dipakai karena alamat, nomor telepon, dan data lainnya sudah diubah semuanya oleh Amrozi. Jadi, setiap penagihan melalui surat selalu dikembalikan lagi. Suatu saat Bank X melakukan pengecekan pada seorang nasabah, sebut aja Anita yang namnya tertera menggunakan transaksi kartu kredit dengan nilai yang tinggi. Selanjutnya Anita didatangi oleh tim dari Bank X dan ditentukan ada dua nama sama dengan alamat yang berbeda. Dengan bukti itu, Anita diajukan kepolisi dengan tuduhan pemalsuan dan penipuan, tetapi Anita berkeras bahwa ia tidak mempunyai kartu kreditt dari Bank X. Akhirnya polisi melepaskan Anita dan menyatakan bahwa Bank X salah tangkap. Penyelidikan berlanjut dan pada saat ditelusuri ternyata alamat Anita palsu. Ketika alamat yang sebenarnya ditelusuri dan diselidiki, ternyata didalam rumah itu ditemukan tas dengan log Bank X. Setelah ditanyakan secara mendetail ternyata pemilik rumah itu adalah saudara Amrozi yang mempunyai rumah dan alamat itu . Akhirnya diketahui bahwa modus ATO (Account Take Over)digunakan oleh staf Bank X, yaitu Amrozi. Amrozi mempunyai 18 buah kartu kredit yang dapat digunakan dengan modus ATO (Account Take Over). Modus ini telah digunakan oleh Amrozi selama 2 tahun dan tidak diketahui karena Amrozi memakai system bila menarik kartu krdit yang satu dan akan ada pembayaran kartu kredit yang lainnya. Demikian seterusnya, sehingga dapat bertahan lama karena kartu kredit selalu dibayar oleh Amrozi dan tidak ada satupun nasabah deposan yang complain karena dananya tetap tidak dirugikan atau tidak berkurang. Yang dirugikan adalah dana dari Bank X karena Account Take Over dari dana Bank. Sebenarnya modus ATO (Account Take Over)dapat digunakan bukan saja pada pemilik kartu kredit tetapi pada siapa saja yang diketahui nomor rekeningnya pada suatu Bank. Apabila kasus dengan modus ATO (Account Take Over) tersebut digunakan oleh staf dalam Bank, pada sisi lain modus ATO ( Account Take Over) dapat digunakan oleh orang dari luar Bank, tetapi pelaku kejahatan itu berasal dari luar bank dan harus lebih dahulu mengetahui identitas nasabah pemilik kartu asli. Seperti tanggal lahir, alamat penagihan, alamat kantor, alamat rumah, nomor telepon, HP, nama kecil atau penggilan ibu kandung, nama lengkap ibu kandung, istri, dan sebagainya. Setelah semuanya diketahui secara lengkap tentang pemilik kartu asli, maka pelaku kejahatan melakukan dua tahap pekerjaan yaitu:
1). Mengganti alamat penagihan, pelaku akan menelpon bank dan minta alamat penagihan diganti karena pindah alamat. Kemudian petugas Bank akan mengecek dan menanyakan identitas lengkap, setelah dapat meyakinkan petugas bank, maka alamat penagihan diganti.
2). Laporan kehilangan, pelaku kejahatan melaporkan bahwa kartu kredit hilang dan minta  untuk diganti dengan yang baru. Setelah itu dapat dikirimkan ke alamat baru deposan. Apabila kartu baru telah diterima maka dengan leluasa pelaku kejahatan menggunakan kartu kredit orang lain. Dalam hal ini yang dirugikan adalah pemilik kartu kredit asli

3.      Kejahatan Modus MTO (Merchant Take Over)
Kejahatan modus MTO (Merchant Take Over) diartikan sebagai pengambil alihan merchantyang penggunaannya secara tidak sah. Account Take over (ATO) adalah rekening yang diambil alih atau dikendalikan secata tidak sah, sedangkan Merchant Take Over adalah merchantnya yang diambil alih atau dikendalikan secata tidak sah.
Sebuah toko biasanya berminat menjadi merchant kartu kredit dari suatu bank. Biasanya pihak bank mendatangi toko itu untuk mengecek (verifikasi), pengecekan biasanya tidak terlalu teliti dan hanya sekali dilakukan. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh toko yang bermaksud memasang terminal POS (point of sale atau mesin gesek kartu kredit) dengan menggunakan identitas palsu dan menyewa toko atau kios palsu untuk waktu yang singkat.
Dengan adanya terminal POS (point of sale atau mesin gesek kartu kredit) tersebut pelaku kejahatan dapat dengan leluasa menggesek kartu kredit palsu dan melakukan pembelanjaan palsu. Sehingga pada saat tertentu bank akan membatar merchant palsu tersebut. Setelah mendapat pembayaran dari bank, maka merchant palsu tersebut menghilang dan akhirnya bank dirugikan. Terminal POS dari merchant tersebut dinamakan terminal siluman atau GHOST TERMINAL. Karena kerjanya diam-diam dan tahu-tahu sudah menghilang.

4.      Kejahatan Modus Carding
Kejahatan ini biasanya menggunakan sarana internet. Pembelanjaan ditawarkan melalui system internet, untuk pembelanjaan dan pembayaran biasanya menggunakan kartu kredit dengan menyebutkan atau menuliskan, menginput nomor kartu kredit pada kolom pembayaran yang telah tersedia dan pihak penjual akan melakukan pengecekan atau otorisasi kepada penyelenggara kartu kredit atau bank. Setelah otorisasi serta nomor dan pemiliknya dinyatakan maka barang akan dikirim kealamat pembeli.
Kejahatan modus carding adalah pelaku kejahatan melaksanakan pembelanjaan melalui internet tetapi dengan menggunakan nomor kartu kredit orang lain, sehingga yang dirugikan adalah pemilik kartu kredit yang asli. Pada saat ini pelaku modus carding banyak dilakukan oleh pelaku antar Negara, misalnya pemilik kartu kredit asli adalah warga Negara Eropa dan penjual barang berada diJepang. Selanjutnya barang dikirm kelamat Jakarta (Indonesia). Tetapi pembeli yang juga pelakucarding berada dikota lain, diluar Jakarta. Modus carding ini, secara fisik kartu kreditnya tidak terpakai atau tidak digesek pada terminal POS (Point of sale atau mesin gesek kartu kredit), hanya nomornya saja yang dipakai untuk pembelanjaan.
Para penjahat dibidang carding yang disebut carder, mengenal dua modus dalam menjalankan aksinya, yaitu :
1). Carder bertindak sebagai pembeli gadungan (fraud buyer):
Sebagai pembeli para carder memakai data kartu kredit milik orang lain untuk membeli barang dari toko-toko online yang menerima pembayaran dengan kartu kredit. Jika tidak dipakai untuk keperluan pibadi, maka barang-barang yang dibeli lewat internet itu akan dijual kembali olehcarder kepada pihak lain. Hasil itulah yang menjadi keuntungan para carder.
2). Carder bertindak sebagai penjual gadungan (fraud seller):
Dalam modus kedua ini, carder tidak benar-benar menjual barang. Carder menipu konsumen dengan tujuan mendapatkan uang pembayaran, atau mendapatkan data kartu kredit konsumen tanpa harus mengirimkan barang yang sudah dipesan oleh konsumen. Kalaupun penjual gadungan ini mengirimkan barang yang dipesan oleh pembeli, maka barang itu sebenarnya dibeli dari pihak lain dengan menggunakan kartu kredit orang lain.
Dengan kedua modus itu, setidaknya ada tiga pihak yang mungkin akan menjadi korban yang akan dirugikan. Pertama, pemilik kartu krdit yang akan ditagih oleh pihak bank untuk barang-barang yang pernah dibelinya. Kedua, pengelila toko online yang tidak mendapat pembayaran dari pihak bank penerbit kartu kredit jika pihak bank meolak melakukan pembayaran atas dasar pengaduan pemilik kartu kredit yang sah, penyedia jasa transaksi online.

2.5 Keuntungan dan Kerugian Menggunakan Kartu Kredit
Keuntungan :
  • Sebagai jalan keluar pada saat kepentingan yang mendadak. Misalnya untuk membayar rumah sakit pada malam hari.
  • Bisa dipakai untuk pembayara dibelakang. Artinya adalah barang atau jasa bisa didapatkan terlebih dahulu, baru kemudian dibayar. Maksimalnya umumnya adalah 45 hari.
  • Sebagai pengganti uang tunai. Sehingga tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah banyak.
  • Bisa mengkonsolidasikan seluruh tagihan pemilik. Misalnya tagihan telepon, listrik, TV kabel dan cicilan barang elektronik. Sehingga kita tidak perlu mengingat semua tanggal jatuh tempo dari tagihan-tagihan tersebut. Hanya cukup mengingat satu tanggal saja, yaitu tanggal tagihan kartu kredit.

Kerugian :
  • Pada umumnya bunganya besar. Bunga tagihan tersebut dihitung dari bunga pembelanjaan awal. Contohnya adalah jika kita ada tagihan awal sebesar Rp 8 juta. Kemudian kita melunasi tagihan sebesar Rp 7.800.000, maka sisa hutang kita sebenarnya adalah Rp 200.000 saja. Akan tetapi kartu kredit menghitung bunga berikutnya berdasarkan dari besarnya pembelanjaan awal, yaitu Rp 8juta, bukan dari sisa hutang kita yang sebesar Rp. 200.000 tersebut.
  • Jika tidak bisa menggunakannya secara bijak, atau karena tidak sadar, bisa menjadi bumerang. Pemilik kartu kredit bisa terlilit hutang, karena kartu kredit menghitung bunga secara bunga berbunga. Artinya adalah semakin lama akan semakin besar.

Dengan kesadaran penuh bahwa kartu kredit adalah semata-mata merupakan alat pembayaran, bukan merupakan simbol gengsi, maka sebaiknya kita menggunakan kartu kredit secara bijak. Jika kita membeli barang atau jasa, dan uang yang dibutuhkan sudah kita punyai, ada baiknya jika kita menggunakan uang kita tersebut, tidak perlu menggunakan kartu kredit.









2.6 Cara Penaggulangan Kejahatan pada Kartu Kredit
1.      Penanggulangan Kejahatan Kartu Kredit dengan Sarana Penal
Upaya penanggulanagan kejahatan dengan menggunakan sanksi (hukum) pidana merupakan cara yg paling tua, suatu peradaban manusia itu sendiri. Sampai saat inipun, hukum pidana masih digunakan sebagai salah satu sarana politik kriminal. hukum pidana hampir selalu digunakan dalam produk legislatif untuk "menakuti dan mengamankan" bermacam-macam kejahatan yg mungkin timbul diberbagai bidang.
Penanggulangan kejahatan tidak dapat diselesaikan hanya dengan penerapan hukum pidana, karena hukum pidana memiliki keterbatasan. terhadap dua sisi keterbatasan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan:
a. Dari sisi hakikat terjadinya kejahatankejahatan sebagai suatu masalah yang berdimensi sosial dan kemanusiaan disebabkan oleh faktor yg kompleks dan berada diluar jangkauan hukum pidana.Jadi, hukum pidana tidak akan mampu melihat secara mendalam akar persoalan kejahatan jika tidak dibantu oleh disiplin ilmu lain. Oleh karna itu hukum pidana harus terpadu dengan pendekatan sosial.
b. Dari hakikat berfungsinya hukum pidana itu sendiripenggunaan hukum pidana pada hakikatnya hanya obat sesuai dengan penanggulangan gejala semata (kurieren am symptom) dan bukan alat penyesuaian yang tuntas dengan menghilangkan sumber penyakit. Hukum pidana dianggap berfungsi setelah kejahatan terjadi sehingga hukum pidana tidak mempunyai efek pencegahan sebelum kejahatan terjadi.
Kejahatan dikatakan sebagai suatu fenomena sosial yang dinamis, dan terkait dengan fenomena dan struktur kemasyarakatan lainnya yang kompleks, maka di sebut juga sebagai socio political problem. pada hakikatnya kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana hukum pidana (penal policy)dan kebijakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana diluar hukum pidana (non-penal policy) berada nawawi arief (berdasarkan pendapat hoefnagels) menyatakan bahwa penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, dalam arti:
1)Ada keterpaduan antara politik kriminal dan politik sosial
2)Ada keterpaduan antara upaya penanggulangan kejahatan "penal dan nonpenal"
pada dasarnya penal policy lebih menitikberatkan pada tindakan refresif setelah terjadinya suatu tindakan pidana, sedangkan non-penal policy merupakan kebijakan penanggulangan tindak pidana yang paling strategis. Hal itu dikarenakan non-penal policy lebih bersifat tindakan pencegahan terjadinya sesuatu tindak pidana. Sasaran utama non-penal policy adalah menangani dan menghapus faktor-faktor kondusif yg menyebabkan suatu tindak pidana.
Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan atau penanggulangan suatu tindak pidana termasuk ke dalam bidang kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak lepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan atau upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat.
Dengan demikian, policy penal atau kebijakan hukum pidana pada intinya, bagaimana hukum pidana dapat dirumuskan dengan baik dan memberikan pedoman kepada pembuat undang-undang (kebijakan legislatif), Kebijakan Aplikasi (kebijakan Yudikatif) dan pelaksana hukum pidana (kebijakan eksekutif).
1). Aspek Kebijakan Kriminalisasi.
Kriminalisasi, Menurut sudarto merupakan proses penataan suatu perbuatan seseorang sebagai perbuatan yang dapat dipiddana. Indonesia saat ini masih membahas Rancangan undang2(RUU) informasi dan Transaksi Elektronik, termasuk didalamnya ada diatur tentang kejahatan berkaitan dgn kartu keredit. oleh sebab itu kejahatan yg berkaitan dgn kartu kredit masih di atur dalam KUHP.
Badan pembinaan hukum nasional mencoba mengidentifikasikan bentuk-bentuk kejahatan yg berkaitan dengan aktifitas di Cyberspace termasuk di dalamnya kejahatan karty kredit dgn perundang-undangan pidana yg ada. hasil identifikasi itu diantaranya pengkatagorian perbuatan kejahatan kartu kredit kedalam detik-detik kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) sebagai berikut:
a. Carder, diartikan sebagai penggunaan kertu kredit tanpa hak, untuk menjeran carder di gunakan ketentuan pasal 378 dan pasal 379a KUHP pidana.


Pasal 378 KUHPidana berbunyi:
"Barang siapa dengan maksut hendak mengguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dgn memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dgn akal atau tipu musliahat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang, membuat hutang atau menghapuskan pihutang, dihukum karna penipuan, dengan hukuman penjara salama-lamanya empat tahun (K.U.H.P.35,43,379 s,486)."

Pasal 379a KUHPidana berbunyi:
"Barangsiapa menbuat pencariannya atau kebiasaannya membeli barang-barang dengan maksud supaya ia sendiri atua orang lain mendapatkan barang-barang itu dengan tidah melunaskan sama sekali pembayarannya, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun (K.U.H.P.394 s)."

2). Aspek Pertanggung Jawaban Pidana.
Pengaturan sanksi pidana atau kejahatan kertu keredit terhadap dalam KUHP, pasal-pasal dapat dikenakan pada pelaku kejahatan tersebut antara lain adalah pasal 263 KUHP tentang pemalsuan, pasal 322 KUHP tentang pembocoran rahasia, pasal 362 KUHP tentang pencurian, pasal 372 KUHP tentang penggelapan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan pasal 480 KUHP tentang penadahan.selain itu juga perlu diperhatikan rumusan pasal-pasal dalam UU Nomer 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagai mana telah diubah dengan UU Nomer 10 Tahun 1998 apabila dalam modus operandi pelaku kejahatan adalah pegawai bank, sedangkan rumusan pasal-pasal dalam UU Nomer 15 Tahun 2002 tentang tindak Pidana Pencucian uang sebagaimana diubah dengan UU Nomer 25 Tahun 2003 digunakan untuk memberantas kejahatan kertu kredit apabila pelaku mengirim atau menitipkan uang hasil kejahatan pada kartu kredit orang lain dengan tujuan untuk menghilangkan bukti kejhatan.
Untuk menekan angka kejahatan kartu kredit di indonesia perlu sarana penel yaitu melakukan upaya yg represif. upaya represif untuk menghukum pelaku kejahatan antara lain dengan memaksimalkan undang-undang yang ada antara lain KUHP, UU perbankan dan UU tindak pidana pencucian uang untuk dapat di terapkan pada setiap kasus kejahatan kartu kredit.






2.  Penanggulangan Kejahatan Kartu Kredit Dengan Sarana Non-Penal.
1).Tindakan Preventif
Untuk mengurangi angka kejahatan kartu kredit di indonesia perlu penanggulangan dengan sarana non-penal atau non-penal policy yang lebih menekankan pada tindakan preventif sebagai terjadinya sesuatu kejahatan. menurut pandanagan dari sudut politik kriminal secara makro, non-penal policy merupakan kebijakan penaggulangan kejahatan yang paling strategis. hal itu dikarenakan, non-penal policy lebih bersifat sebagai tindakan pencegahan terjadinyya suatu kejahatan. sasaran utama non-penal policy adalah menagani dan menghapuskan faktor-faktor kondusif yang menyababkan terjadinya suatu kejahatan.
Upaya preventif tersebut meliputi antara lain:
a. pedagang harus lebih teliti memperhatikan nomer kartu kredit dengan daftar nomer kartu kredit yang dikeluarkan oleh bank indonesia hal ini untuk memastikan kartu tersebut adalah kartu kredit asli dan untuk penerbit kartu kredit dapat mengotomatiskan sistem otoritas pada setiap kartu kredit agar kartu kredit yang sudah melebihi limit transaksi tidak dapat digunakan lagi sebelum pemegang kartu membayar tagihannya. pencegahan dan penanggulangan kejahatan kartu kredit dengan sarana non-penal ini merupakan suatu tindakan preventif yang juga dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem pembayaran pada proses transaksi bisnis melakukan kartu kredit. langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan melindungi asset yyang dipakai dalam dunia cyberspace seperti data dan informasi, sehingga tidak dapat diserang atau dicuri oleh pelaku untuk dignakan sebagai bahan untuk melakukan kejahatan.
b. Pihak merchant, diharuskan melindungi cardholder ketika melakukan transaksi sehingga data-data mengenai karttu kredit seperti nomer PIN, identitas cardholder tidak dapat dilihat oleh orang yang tidak berkepentingan. dapat dikatakan bahwa konsumen pemakai jasa layanan internet ketika melakukan trnsaksi juga membutuhkan privasi. untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka digunakan beberapa cara, seperti pemakaian tanda tangan digital dan sertifikat digital. guna untuk meningkatkan keamanan maka pihak-pihak pengguna jasa tersebut membungkus kunci publik mereka kedalam sertifikat digital. pengamanan ini menggunakan metode kriptrografi. Kriptograpi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana membuat suatu pesan yang dukirim pengirim dapat disampaikan kepada penerima dengan aman. Kriptografi ini dapat memenuhi kebutuhan umum suatu transaksi, meliputi:
1. Kerahasiaan (confidental) dijamin dengang melakukan enskripsi (penyandian),
2. Keutuhan (integrity) atas data-data yang dilakukan dengan fungsi hash satu arah,
3.Jaminan atas identitas keabsahan (authenticity) pihak-pihak yang melakukan transaksi dilakukan dengan menggunakan password atau sertifikat digital, sedangkan keautentikan data transaksi dapat dilakukan dengan tandatangan digital,
4.Trasaksi dapat dijadikan barang bukti yang tidak bisa disangkal (non-repudiation) dengan memanfaatkan tandatangan digital dan sertifikat digital.
5. Upaya Kriptogtafi menggunakan kunci public/private key sebagai syarat untuk membuka. fungsi-fungsi mendasar pada kriptografi adalah enskripsi dan deskripsi. Enkripsi adalah proses mengubah suatu pesan aslu (plaintext) menjadi suatu pesan dalam bahasa sandi (cliphertext).Sedangkan deskripsi adalah proses mengubah suatu pesan dalam suatu bahasa sandi menjadi bahasa pesan asli kembali.

2). Otoritasi Bank Indonesia dalam menanggulangi kejahatan kertu kreit
Kenyataan bertahun-tahun membuktikan bahwa bank merupakan simbol kepercayaan masyarakat terhadap kondisi moneter suatu negara. Begitu besarnya kepercayaan masayarakat terhadap Bank, sehingga sebuah bank menderita "sakit" sedikit saja, pengaruhnya cukup terasa bagi sendi-sendi ekonomi negara. Peran otoritas moneter, seperti Bank Indonesia mutlak diperlukan guna mengawasi tingkat kesehata suatu bank.
Selain itu, menyadari masih banyaknya laporan kejahatan kartu kredit di masyarakat, Bank Indonesia menerbitkan aturan yang mewajibkan bank-bank meningkatkan fitur keamanan pada kartu kredit yang diedarkan. salah satu fitur yang disarankan bank sentral adalah memakai teknologi chip. diharapkan dengan pemakaian chip, keamanan pemakai kartu kredit dapat semakin terjaga. Hal ini disebabkan karena teknologi chip memuat sejumlah aplikasi dan pengamanan yang berlapis berbasis kriptogram.
Bank Indonesia juga memandang penting program komunikasi dan sosialisasi dalam upaya mencegah praktik kejahatan kartu kredit dengan mengikutsertakan AKKI (Asosiasi Kartu Kredit Indonesia), YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) dan aparat penegak hukum. adapun wujud program ini telah dilaksanakan seperti gelar kasus AKKI dan aparat penegak hukum. Bulan pengaduan nasabah pemagang kartu (ATM, debet dan kartu kredit) bersama YLKI atau berbasis program edukasi publik melalui media massa. Dan yang tidak kalah penting adalah program apresiasi kepada aparat penegak hukum yang berhasil menangani tindak kejahatan kartu (ATM, debet dan kartu kredit) bersama YLKI atau berbagai program edukasi publik melalui media massa.
2.7 Tips Aman Menggunakan Kartu Kredit
Ø  Saat menerima kartu :
1.      Pastikan kartu kredit yang anda terima berada dalam amplop tertutup dan di kirim oleh Bank/Lembaga keuangan penerbit kartu kredit kemana anda mengirim aplikasi.
2.      Segera tandatangani kartu kredit yang baru anda terima.
3.      Akan lebih baik jika pada muka kartu kredit terdapat foto anda, dengan demkian akan mudah terdeteksi bila ternyata orang lain ada orang lain yang mengunakan kartu anda.
4.      Bila anda telah mendapatkan PIN, segera ganti PIN tersebut dengan yang mudah anda ingat (jangan gunakan tangggal lahir anda, karena angka ini mudah di lacak orang.
Ø  Saat Melakukan Transaksi :
1.      Kartu kredit diterbikan atas nama pribadi anda, sehingga hanya anda yang boleh menggunakannya. Jangan pernah memberikan kartu kredit anda pada orang lain, termasuk keluarga dan orang terdekat sekalipun.
2.      Jangan pernah memberitahukan PIN anda pada orang lain. Karena PIN bersifat rahasia dan  dapat digunakan untuk penggambilan tunai di ATM.
3.      Jangan pula memberikan informasi data pribadi mengenai kartu kredit anda seperti nama gadis, ibu kandung, masa berlaku kartu kredit, 3 (tiga) angka dibelakang kartu, ataupun limit kartu kredit anda kepada pihak yang tidak berkepentingan.
4.      Simpan kartu kredit anda pada tempat yang aman.
5.      Pastikan staf merchant dimana anda bertransaksi langsung membawa kartu anda ke tempat kasir dan bukan ke tempat lain.
6.      Sebelum menandatangani sales draft, pastikan bahwa jumlah transaksi yang tercetak di sales darft sesuai dengan jumlah transaksi yang anda bejakan. Dengan demkian anda terhindardari kewajiban membayar tagihan yang bukan transaksi anda.
7.      Pastikan bahwa kasir hanya menggesek kartu anda 1 (satu) kali saja untuk setiap transaksi. Hal ini untuk menghindari adanya 2 (dua) kali penagihan dengan jumlah transaksi yang sama, pada waktu dan tempat yang sama.
8.      Pastikan staf merchant mengembalikan kartu kredit setelah transaksi selesai.
9.      Simpanlah kembali kartu anda dan simpan pula sales draft transaksi untuk di cocokan dengan tagihan yang anda terima di kemudian hari.
10.  Bila anda bertransaksi di dunia maya (on- line transaction), pastikan bahwa tempat anda bertransaksi adalah tempat yang aman dari kemungkinan penyalahgunaan kartu kredit.
11.  Bila anda mendapat tawaran dari merchant yang menggunakan telpon, surat ataupun internet pastikan bawa anda telah mengetahui  produk dan jasa yang ditawarkan dan telah setuju dengan penawaran tersebut, sebelum anda memberikan 16 digit nomor kartu kredit anda.

Ø  Saat menerima kartu :
5.      Pastikan kartu kredit yang anda terima berada dalam amplop tertutup dan di kirim oleh Bank/Lembaga keuangan penerbit kartu kredit kemana anda mengirim aplikasi.
6.      Segera tandatangani kartu kredit yang baru anda terima.
7.      Akan lebih baik jika pada muka kartu kredit terdapat foto anda, dengan demkian akan mudah terdeteksi bila ternyata orang lain ada orang lain yang mengunakan kartu anda.
8.      Bila anda telah mendapatkan PIN, segera ganti PIN tersebut dengan yang mudah anda ingat (jangan gunakan tangggal lahir anda, karena angka ini mudah di lacak orang.
Ø  Saat Melakukan Transaksi :
12.  Kartu kredit diterbikan atas nama pribadi anda, sehingga hanya anda yang boleh menggunakannya. Jangan pernah memberikan kartu kredit anda pada orang lain, termasuk keluarga dan orang terdekat sekalipun.
13.  Jangan pernah memberitahukan PIN anda pada orang lain. Karena PIN bersifat rahasia dan  dapat digunakan untuk penggambilan tunai di ATM.
14.  Jangan pula memberikan informasi data pribadi mengenai kartu kredit anda seperti nama gadis, ibu kandung, masa berlaku kartu kredit, 3 (tiga) angka dibelakang kartu, ataupun limit kartu kredit anda kepada pihak yang tidak berkepentingan.
15.  Simpan kartu kredit anda pada tempat yang aman.
16.  Pastikan staf merchant dimana anda bertransaksi langsung membawa kartu anda ke tempat kasir dan bukan ke tempat lain.
17.  Sebelum menandatangani sales draft, pastikan bahwa jumlah transaksi yang tercetak di sales darft sesuai dengan jumlah transaksi yang anda bejakan. Dengan demkian anda terhindardari kewajiban membayar tagihan yang bukan transaksi anda.
18.  Pastikan bahwa kasir hanya menggesek kartu anda 1 (satu) kali saja untuk setiap transaksi. Hal ini untuk menghindari adanya 2 (dua) kali penagihan dengan jumlah transaksi yang sama, pada waktu dan tempat yang sama.
19.  Pastikan staf merchant mengembalikan kartu kredit setelah transaksi selesai.
20.  Simpanlah kembali kartu anda dan simpan pula sales draft transaksi untuk di cocokan dengan tagihan yang anda terima di kemudian hari.
21.  Bila anda bertransaksi di dunia maya (on- line transaction), pastikan bahwa tempat anda bertransaksi adalah tempat yang aman dari kemungkinan penyalahgunaan kartu kredit.
22.  Bila anda mendapat tawaran dari merchant yang menggunakan telpon, surat ataupun internet pastikan bawa anda telah mengetahui  produk dan jasa yang ditawarkan dan telah setuju dengan penawaran tersebut, sebelum anda memberikan 16 digit nomor kartu kredit anda.

{ 6 komentar... read them below or Comment }

  1. weh baru tau ane gan tentang kartu kredit fraud , nice share :D

    BalasHapus
  2. ada juga gan yang belum umur 18 tapi udh punya itu juga sama

    BalasHapus
    Balasan
    1. tergantung kalo itu mah gan . kadang juga ada yang punya tapi dengan pengawasan orang tua :D

      Hapus
  3. Wah mesti hati2 nih
    Tq infonya gan

    BalasHapus

Welcome to My Blog

Popular Post

Followers

Comments

Diberdayakan oleh Blogger.

Archive

Translate

- Copyright © 2013 IDStarship -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -